“Embargo Balik Minyak Bumi Untuk Negara Amerika” ketegori Muslim. Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Pak
Ustadz Ahmad Sarwat yang saya cintai, saya ikut prihatin dan sakiit
hati ini saat mendengar, melihat, dan merasakan penderitaan
saudara-saudara kita di Palestina, dan lain-lain. Namun apadaya saya
hanya orang biasa yang tidak bisa berbuat apa-apa. Ditambah sikap
negara-negara Arab yang ketakutan akan ancaman Amerika dan sekutunya
sehingga bank-bank di Arab enggan menyalurkan dana ke Palestina.
Diperburuk lagi dengan seringnya negara Amerika ini dengan sombongnya
meng-embargo negara-negara Islam. Bukankah ini semua sudah menunjukkan
sikap bermusuhan antar agama yang bersembunyi di balik politik luar
negeri tanpa kita sadari?
Mengapa Islam sampai hari ini tidak
bergerak meladeni mereka bahkan sebaliknya gentar akan gertakan.
Bukankah negara Islam ini kaya akan minyak. Mengapa kita ummat Islam
belum mau bersatu untuk melawan mereka, misalnya dengan sepakat balik
memboikot minyak bumi bagi Amerika dan sekutunya sampai negara Amerika
mencabut embargo-embargo mereka. Apakah kita harus membiarkan
saudara-saudara kita satu per satu dibantai. Apakah kita hanya berdo’a
dan duduk sambil menunggu kedatangan pasukan Alloh - burung ababil ?
Jika kita ingin berkirim surat ke para raja Arab, gimana caranya? Terus
terang saya kecewa dengan mereka juga dengan pemerintah Indonesia.
Arief Santoso
Jawaban
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Masalah
yang Anda ajukan itu bisa saja sangat sederhana tapi sekaligus tidak
sederhana. Dibilang sederhana karena intinya hanya masalah punya nyali
apa tidak. Dibilang tidak sederhana, karena resikonya juga besar.
Bagaimana
mau embargo, kalau nyali tidak punya? Bagaimana mau unjuk gigi kalau
gigi tidak punya. Orang yang tidak punya gigi, jangankan menggigit
lawan, sekedar unjuk gigi punya tidak bisa.
Dulu raja Faishal
dari Saudi Arabia pernah melakukan embargo kepada Barat. Ketika balik
digertak bahwa Saudi akan diembargo secara ekonomi, beliau mengatakan
bahwa bangsa kami tidak butuh produk anda. Kami semenjak masa nenek
moyang telah terbiasa makan kurma dan air. Itu sudah cukup buat kami.
Sayang, sosok seperti beliau tidak ada lagi di dunia ini.
Sekarang
itu para pemimpin Arab atau Islam sangat ketakutan kalau digertak.
Bahkan oleh negeri sekecil Israel atau Singapura pun keok, tak bernyali,
lututnya gemetar, matanya redup, mukanya tertunduk, tangannya menadah,
hatinya gundah, jiwanya resah, tangisnya pecah, imannya lemah, mentalnya
terjajah.
Tidak semua pemimpin negeri Arab dan Islam laki-laki
dalam arti yang sesungguhnya. Begitu banyak yang mentalnya terbelah,
jiwanya kosong, kelelakiannya lenyap, bahkan kepribadiannya pecah. Meski
banyak di antara mereka yang punya nama dari nama-nama hewan buas
seperti macan, singa dan lainnya, sayangnya sikap dan sosok mereka tidak
lebih dari hewan sirkus, yang terbiasa menuruti kemauan tuannya demi
sejumput makanan dan tepuk tangan penonton.
Bagaimana bukan hewan
sirkus, kalau minyak mereka dirampas tapi diam saja. Kedaulatan mereka
dilanggar mereka diam saja. Palestina dijajah mereka pun masih diam
saja. Iraq diratakan dengan tanah, mereka pun masih diam.
Penyebab
Lahirnya
sosok pemimpin dunia Islam yang demikian sebenarnya lantaran sosok
kualitas mayoritas umatnya yang tidak jauh berbeda. Di mana-mana domba
selalu beranak domba, tidak ada domba beranak harimau. Kalau pemimpin
negeri Islam seperti itu, mereka sesunguhnya hanya cerminan dari wajah
dunia Islam sendiri. Centang perenang, tidak kompak, tidak menyatu,
tidak punya jiwa pengorbanan, mau menang sendiri, tidak peduli, tidak
siap berkorban dan seterusnya.
Dengan kualitas umat yang teramat
lemah itu, wajar bila musuh pun memandang rendah. Meski jumlah umat
Islam tidak kurang dari 1.500.000.000 di muka bumi , tapi jumlah itu
tidak ada artinya di hadapan 20 juta-an Yahudi. Dan sebagaimana sabda
Rasulullah SAW, bahwa musuh-musuh umat Islam tidak akan lagi merasa
takut atau gentar melihat jumlahnya. Tidak sebagaimana kualitas umat di
masa lalu, yang meski sedikit, tapi musuh sudah ketakutan mendengar
namanya, bahkan satu bulan sebelum peperangan terjadi, rasa gentar itu
sudah mengalahkan kumpulan musuh.
Loyalitas kepada Musuh
Di
tengah kelemahan dan kebobrokannya, yang paling menyedihkan adalah
masih banyaknya para penguasa di dunia Islam yang mau-maunya memberikan
loyalitasnya kepada musuh. Bukan kepada umat Islam sebagai umat yang
dipimpinnya.
Inilah yang semakin memperparah keadaan. Mereka
bermesraan dengan musuh, sementara dengan rakyatnya yang notabene
menyerukan dakwah, malah bersifat kasar, galak dan garang. Walhasil,
mereka inilebih berfungsi sebagai kaki tangan musuh ketimbang pemimpin
umat.
Sementara Allah SWT telah memerintahkan kita untuk
memberikan loyalitas kepada sesama muslim. Seperti yang tercantum pada
firman-Nya berikut ini:
Janganlah orang-orang mu’min mengambil
orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu’min.
Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan
Allah, kecuali karena memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari
mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri -Nya. Dan hanya
kepada Allah kembali.
Orang-orang yang mengambil orang-orang
kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang
mu’min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka
sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.
Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali
dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Inginkah kamu mengadakan alasan
yang nyata bagi Allah?
Melahirkan Sosok Pemimpin Dunia Islam
Tapi
satu hal yang melegakan adalah bahwa usia manusia tidak ada yang abadi.
Para penguasa itu tidak akan selamanya bertahta di kursinya. Pasti
suatu ketika akan lengser atau meninggal dunia. Masalahnya tinggal
siapakah sosok yang akan menggantikan mereka? Apakah dari jenis yang
sama ataukah sosok yang baru dan berbeda?
Semua akan terpulang
kepada sejauh mana kita sebagai umat menyiapkan calon-calon pemimpin
umat masa depan. Tugas kita hanya membina, mengkader dan menyiapkan
calon pemimpin masa depan yang berkualitas. Adapun bagaimana menaikkan
mereka ke kursi tertinggi, Allah SWT yang akan mengaturnya.
Dahulu
ketika Soeharto masih berkuasa, orang ribut bagaimana menjatuhnya. Tapi
lupa untuk menyiapkan sosok penggantinya. Ketika Soeharto benar-benar
jatuh dengan sendirinya, nyatanya umat Islam pun belum punya kader
terbaiknya. Sehingga yang menjadi penguasa tetap saja orang-orang yang
bermasalah.
Paling tidak, masalah-masalah yang muncul masih sama,
masih seputar korupsi, ketidak-adilan, kezhaliman, kemiskinan, hutang
luar negeri dan sejenisnya. Memang ada sebagian yang sudah mulai
berubah, dan itu tidak bisa dipungkiri. Namun harus diakui bahwa
beberapa masalah justru semakin parah.
Ini terjadi karena
kegagapan kita dalam menciptakan kader berkualitas, sekelas pemimpin
nasional atau sekelas dunia. Kalau pun kita punya, kurang dipromosikan.
Terus terang, munculnya tokoh itu tidak lepas dari peran media. Dan
secara sederhana kita bisa berhitung tentang konstalasi media milik umat
Islam dan kompetitornya.
Dengan realitas seperti itu, boleh
dibilang kita adalah umat yang mandul, tidak punya kader berkualitas
yang populis untuk semua kalangan. Dan ini adalah tantangan buat semua
elemen umat.
Dan seandainya para pemimpin lokal umat Islam
semakin dewasa dan bijaksana, tentu kita tidak lagi mendengar
perseteruan di antara mereka. Kita tidak perlu dengar lagi
sindiran-sindiran atau malah makian yang saling terlontar kepada sesama
saudara sendiri. Seharusnya kita tidak lagi mendengar ada aktifis partai
A melecehkan aktifis partai B, padahal dua-duanya anak kandung Islam
juga. Seharusnya kita tidak lagi mendengar jamaah Amencurigai jamaah B
lantaran perbedaan persepsi tentang urusan ujung kain sarung yang
kepanjangan hingga lewat mata kaki ataumasalah jenggot yang ternyata
tidak tumbuh-tumbuh juga.
Seharusnya yang kita lihat adalah
sinergi, kualisi, duduk bersama, bersalaman, berangkulan, saling
berbagi, saling menyayangi, serta saling menguatkan di antara semua umat
Islam. Lalu kita bekerja dengan semangat persaudaraan, masing-masing
pada bidangnya tanpa harus saling merasa dirinya yang paling hebat dan
paling berperan. Toh, semua itu hanya Allah saja yang tahu secara
nilainya.
Semoga Allah SWT memberikan kita rizki berupa pemimpin
umat yang adil, bijak, bisa membedakan mana lawan mana kawan, beriman
mendalam, berwawasan luas, berjiwa satria, siap berkorban dan rindu
masuk surga.
Amien ya rabbal ‘alamin.
Amien ya rabbal ‘alamin.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
0 komentar:
Posting Komentar