Blogroll

Search Article Here

Umat Islam Jangan Berlebihan Terhadap Barack Obama

Selasa, 20 Maret 2012
Umat Islam Jangan Terlalu Berlebihan Dalam Men[s]yikapi Barack Obama
Umat jangan terlalu berlebihan dalam mensikapi Barack Obama karena memiliki hubungan psikologis dengan Islam bila akhirnya benar-benar menjadi Presiden Amerika Serikat. Sore kemarin saat membaca Koran Tempo yang juga pernah menjadikan kasus Monas sebagai headlinenya, mataku berhenti pada judul “Sikap Obama terhadap Israel” di tajuk pendapat.
Masih ingat dengan publikasi calon presiden Amerika Serikat yang diekspos oleh media-media Islam beberapa waktu yang lalu di negeri ini atau mungkin hampir di seluruh dunia Islam? Tidak perlu disebutkan, mungkin kita sendiri termasuk orang yang merasa senang dengan kehadiran Obama yang memiliki hubungan dekat dengan Islam.

Dukungan umat Islam terhadap Barack Obama khususnya di kalangan komunitas Arab-Amerika karena konsistensinya dalam membela Palestina. Barack Obama pernah berucap, “Tak ada seorang pun yang lebih menderita ketimbang rakyat Palestina.” Selain itu, ayah calon presiden dari partai Demokrat yang bernama lengkap Barack Husein Obama, Sr (sama seperti namanya) dari Kenya juga seorang muslim, selengkapnya baca di sini. Dia dinikahkan oleh pastor Jeremiah Wright Jr, pemimpin jemaat Gereja Komunitas Bersatu Trinitas yang sering mengecam Negara Yahudi dan selalu membanggakan ras kulit hitam dengan Michelle Robinson, Jeremiah adalah seorang pendukung Louis Farrakhan pemimpin Nation of Islam, yang menyebut Yudaisme agama selokan dan mengejek orang Yahudi sebagai pengisap darah. Pastor ini juga selalu membandingkan kejahatan Israel terhadap bangsa Palestina dengan politik apartheid, yang pernah terjadi di Afrika Selatan. Hal inilah yang menyebabkan Obama dicap anti Yahudi dan didukung umat Islam dalam membela komunitas Islam di dunia dan bangsa Palestina khususnya. Ayah tirinya yang orang Indonesia asli bernama Lolo Soetoro juga seorang muslim, bisa dikategorikan “abangan”, yang tidak sepenuhnya mempraktekkan sholat wajib dan filosofinya didasarkan pada sinkretisme antara Hindu, Buddha, animisme, dan elemen-elemen Islam..
Ternyata dunia itu benar-benar bisa melupakan anak dengan orang tuanya, memisahkan persaudaraan, bahkan prinsip hidup seseorang.
Dalam dua tahun terakhir, apakah ini benar atau tidak, ia sudah belajar menutup mata dan telinganya atas penderitaan rakyat Palestina akibat 60 tahun penjajahan Israel. Perubahan sikap politiknya berawal ketika ia pertama kali mengunjungi Israel pada Januari. Dari atas helicopter tentara Zionis, ia terharu menyaksikan anak-anak yang asyik bermain di Sderot, meski kota yang hanya satu kilometer dari perbatasan Jalur Gaza itu menjadi sasaran serangan roket Qassam hampir setiap hari.
Pada pekan lalu ia mengukir sejarah dengan menjadi calon presiden pertama Amerika yang berkulit hitam setelah menyudahi perlawanan Hillary. Dan sebagai rasa terima kasih kepada para pemilih Yahudi, ia menyampaikan pidato kemenangan pertamanya itu di depan anggota Komite Urusan Publik Amerika Israel (AIPAC). Di sini ia kembali menegaskan komitmennya terhadap Israel, termasuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota negara Zionis itu.
Hal lain yang memaksa kita untuk tidak terlalu berharap pada Obama karena saat ini Yahudi mendominasi anggota Kongres dari Demokrat hasil Pemilu 2006. Dari 43 Yahudi, 40 orang di antaranya berasal dari partai Obama. Mereka menduduki sejumlah posisi penting, seperti Harry Reid, yang menjadi pemimpin mayoritas Senat, Senator Joseph Biden, yang mengetuai Komite Hubungan Luar Negeri. Nancy Pelosi, yang menjadi Ketua DPR, dan Tom Lantos, yang memimpin Komite Hubungan Internasional DPR. Komunitas Yahudi di negaranya sangat kuat dalam lobi-lobi politik dan menyumbang lebih dari 60 persen dari seluruh dana kampanye Demokrat. Akankah suatu kebijakan dapat terealisasi tanpa dukungan dana dan mayoritas senator yang menduduki pemerintahan Amerika Serikat?
Perubahan prinsip ini sepertinya disadarinya karena sejalan dengan Undang-Undang Pengkajian Anti Semit Global, yang ditandatangani Presiden Bush pada Oktober 2004. Beleid ini mewajibkan Menteri Luar Negeri memberikan laporan tahunan soal tindakan anti-Semit di seluruh dunia. Yang juga harus menunjuk seorang utusan khusus yang mengepalai kantor yang mengawasi dan memerangi tindakan anti Semit.
Jadi…. Kita lihat saja apa yang akan terjadi bila seandainya Barack Husein Obama benar-benar menjadi Presiden Amerika Serikat karena mengalahkan John McCain, calon dari partai Republik yang telah meminta restu dari Perdana Menteri Ehud Olmert dan sejumlah pejabat Israel lainnya.
Apapun bisa terjadi, apakah ini scenario atau bukan, sebagai umat unggulan yang diberkahi Allah, sudah selayaknya kita bersikap wajar dan tidak berlebihan dalam menyikapi sesuatu.
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” (QS Al-Maidah:110).
Harapan yang terlalu berlebihan dalam mensikapi sesuatu hanyalah mutlak ditujukan kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Kita hanya diwajibkan untuk berikhtiar dan ridha dalam menerima takdir yang telah ditetapkan-Nya di Lauh Mahfuzh.
Tiada sesuatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (lauh mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Qs. Al-Hadid :22)
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Qs. al-Baqarah:216)
Bisa jadi ini hanyalah upaya Yahudi dan musuh politiknya dalam menjegal Obama karena sebagian masih menyangsikan keseriusan dukungan Obama terhadap Yahudi, atau mungkin ini hanya trik yang dilakukan Obama untuk dapat menjadi orang nomor satu di Gedung Putih. Wallahu’alam bishawab.

0 komentar:

Posting Komentar

Selasa, 20 Maret 2012

Umat Islam Jangan Berlebihan Terhadap Barack Obama

Umat Islam Jangan Terlalu Berlebihan Dalam Men[s]yikapi Barack Obama
Umat jangan terlalu berlebihan dalam mensikapi Barack Obama karena memiliki hubungan psikologis dengan Islam bila akhirnya benar-benar menjadi Presiden Amerika Serikat. Sore kemarin saat membaca Koran Tempo yang juga pernah menjadikan kasus Monas sebagai headlinenya, mataku berhenti pada judul “Sikap Obama terhadap Israel” di tajuk pendapat.
Masih ingat dengan publikasi calon presiden Amerika Serikat yang diekspos oleh media-media Islam beberapa waktu yang lalu di negeri ini atau mungkin hampir di seluruh dunia Islam? Tidak perlu disebutkan, mungkin kita sendiri termasuk orang yang merasa senang dengan kehadiran Obama yang memiliki hubungan dekat dengan Islam.

Dukungan umat Islam terhadap Barack Obama khususnya di kalangan komunitas Arab-Amerika karena konsistensinya dalam membela Palestina. Barack Obama pernah berucap, “Tak ada seorang pun yang lebih menderita ketimbang rakyat Palestina.” Selain itu, ayah calon presiden dari partai Demokrat yang bernama lengkap Barack Husein Obama, Sr (sama seperti namanya) dari Kenya juga seorang muslim, selengkapnya baca di sini. Dia dinikahkan oleh pastor Jeremiah Wright Jr, pemimpin jemaat Gereja Komunitas Bersatu Trinitas yang sering mengecam Negara Yahudi dan selalu membanggakan ras kulit hitam dengan Michelle Robinson, Jeremiah adalah seorang pendukung Louis Farrakhan pemimpin Nation of Islam, yang menyebut Yudaisme agama selokan dan mengejek orang Yahudi sebagai pengisap darah. Pastor ini juga selalu membandingkan kejahatan Israel terhadap bangsa Palestina dengan politik apartheid, yang pernah terjadi di Afrika Selatan. Hal inilah yang menyebabkan Obama dicap anti Yahudi dan didukung umat Islam dalam membela komunitas Islam di dunia dan bangsa Palestina khususnya. Ayah tirinya yang orang Indonesia asli bernama Lolo Soetoro juga seorang muslim, bisa dikategorikan “abangan”, yang tidak sepenuhnya mempraktekkan sholat wajib dan filosofinya didasarkan pada sinkretisme antara Hindu, Buddha, animisme, dan elemen-elemen Islam..
Ternyata dunia itu benar-benar bisa melupakan anak dengan orang tuanya, memisahkan persaudaraan, bahkan prinsip hidup seseorang.
Dalam dua tahun terakhir, apakah ini benar atau tidak, ia sudah belajar menutup mata dan telinganya atas penderitaan rakyat Palestina akibat 60 tahun penjajahan Israel. Perubahan sikap politiknya berawal ketika ia pertama kali mengunjungi Israel pada Januari. Dari atas helicopter tentara Zionis, ia terharu menyaksikan anak-anak yang asyik bermain di Sderot, meski kota yang hanya satu kilometer dari perbatasan Jalur Gaza itu menjadi sasaran serangan roket Qassam hampir setiap hari.
Pada pekan lalu ia mengukir sejarah dengan menjadi calon presiden pertama Amerika yang berkulit hitam setelah menyudahi perlawanan Hillary. Dan sebagai rasa terima kasih kepada para pemilih Yahudi, ia menyampaikan pidato kemenangan pertamanya itu di depan anggota Komite Urusan Publik Amerika Israel (AIPAC). Di sini ia kembali menegaskan komitmennya terhadap Israel, termasuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota negara Zionis itu.
Hal lain yang memaksa kita untuk tidak terlalu berharap pada Obama karena saat ini Yahudi mendominasi anggota Kongres dari Demokrat hasil Pemilu 2006. Dari 43 Yahudi, 40 orang di antaranya berasal dari partai Obama. Mereka menduduki sejumlah posisi penting, seperti Harry Reid, yang menjadi pemimpin mayoritas Senat, Senator Joseph Biden, yang mengetuai Komite Hubungan Luar Negeri. Nancy Pelosi, yang menjadi Ketua DPR, dan Tom Lantos, yang memimpin Komite Hubungan Internasional DPR. Komunitas Yahudi di negaranya sangat kuat dalam lobi-lobi politik dan menyumbang lebih dari 60 persen dari seluruh dana kampanye Demokrat. Akankah suatu kebijakan dapat terealisasi tanpa dukungan dana dan mayoritas senator yang menduduki pemerintahan Amerika Serikat?
Perubahan prinsip ini sepertinya disadarinya karena sejalan dengan Undang-Undang Pengkajian Anti Semit Global, yang ditandatangani Presiden Bush pada Oktober 2004. Beleid ini mewajibkan Menteri Luar Negeri memberikan laporan tahunan soal tindakan anti-Semit di seluruh dunia. Yang juga harus menunjuk seorang utusan khusus yang mengepalai kantor yang mengawasi dan memerangi tindakan anti Semit.
Jadi…. Kita lihat saja apa yang akan terjadi bila seandainya Barack Husein Obama benar-benar menjadi Presiden Amerika Serikat karena mengalahkan John McCain, calon dari partai Republik yang telah meminta restu dari Perdana Menteri Ehud Olmert dan sejumlah pejabat Israel lainnya.
Apapun bisa terjadi, apakah ini scenario atau bukan, sebagai umat unggulan yang diberkahi Allah, sudah selayaknya kita bersikap wajar dan tidak berlebihan dalam menyikapi sesuatu.
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” (QS Al-Maidah:110).
Harapan yang terlalu berlebihan dalam mensikapi sesuatu hanyalah mutlak ditujukan kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Kita hanya diwajibkan untuk berikhtiar dan ridha dalam menerima takdir yang telah ditetapkan-Nya di Lauh Mahfuzh.
Tiada sesuatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (lauh mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Qs. Al-Hadid :22)
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Qs. al-Baqarah:216)
Bisa jadi ini hanyalah upaya Yahudi dan musuh politiknya dalam menjegal Obama karena sebagian masih menyangsikan keseriusan dukungan Obama terhadap Yahudi, atau mungkin ini hanya trik yang dilakukan Obama untuk dapat menjadi orang nomor satu di Gedung Putih. Wallahu’alam bishawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blogger news

Categories

Blogger news

Blogger templates

Pages - Menu

Artikel Ku